Relawan Bencana, atau Karyawan Penanggulangan Bencana ?

 

Keuanganlsm.com

Dengan ada jam kosong mata pelajaran, penulis punya waktu berbincang-bicang dengan orang nomor satu di kampus, yang juga senior penulis, beliau menawari penulis untuk diskusi sambil ngopi-ngopi ganteng di cafe yang tak jauh dari kampus --maksut saya, di warung kopi emperan pinggir jalan.


Beliau adalah bagian dari lembaga kemanusiaan, sosial, dan dibidang yang khususnya semacam team SAR, atau team Penangulangan Bencana. Bisa dikatakan beliau adalah Relawan Bencana --bagian kemanusiaan. Inti dari pekerjaan-nya menolong sesama saudara, kalau sedang dibutuhkan di kebencanaan.


Karena penulis tahu latar belakangnya, beliau mulai masuk ke pembicaraan tentang pembelajaran relawan bencana, bagaimana dan apa di lembaga sosial nya itu. Sebenarnya penulis menawarkan diri ingin menjadi relawan, karena pernah mendengar lembaga sosial-nya itu ada di bawah dinas pemerintah sosial. Jadi, ada kemungkinan jadi ASN --itu mah maunya penulis.


Tapi tujuan penulis hancur berantakan, setelah beliau cerita begini; kita itu mau jadi Relawan Bencana atau Jadi Karyawan Penanggulangan Bencana..?. Begini penulis ceritakan pelan-pelan agar mudah di pahami, jangan sampai habis baca ini langsung jadi radikal --seolah-olah tulisan ini mengandung unsur Ke-bid'ah-han.


Begini penjelasan beliau kepada penulis, kalau kita ini benar ingin menjadi relawan, seharusnya kita tidak menerima gaji --berjalan dengan hati kita sendiri untuk kemanusiaan. Bukan di target atau di bayar agar kita lebih semangat, mendapatkan uang. Apalagi main berjanji kepada keluarga korban, untuk membantunya dan kalau kita gagal --karena adanya kendala kita di marahi atasan, main janji-janji ingin menyelamatkan, adalah tipe sistem karyawan bukan relawan.


Kita niat dalam hati, membantu sesama manusia dengan ikhlas, bukan kita di target untuk selesikan masalah, di temlat bencana terus hanya foto-foto biar kelihatan target tercapai --kita dapat gaji, bukan seperti itu. Kita hidup jangan egois, bantulah sesama saudara yang terkena bencana, suatu saat juga banyak yang akan gantian membantu kita.


Kalau pun kita di angkat menjadi pegawai didinas kemanusiaan --bukan lagi di anggap relawan. Seharusnya tak pantaslah kita menerima gaji kalau pun menerima itu hanya uang lelah, dan jangan pula kita terlalu mengandalkan uang itu. Sampai sini saya menelan ludah, akhirnya ambil botol sambil nyruput air mineral, dan berpikir --ada ya orang dengan jiwa kemanusiaan tinggi seperti ini.


Beliau bilang ke penulis, mas kalau benar-benar ingin jadi relawan, kita ikut organisasi swasta saja yang bukan di bawahnya dinas pemerintah bagaimana ? Nanti saya perkenalkan jiwa-jiwa relawan asli, dan tempat latihan-nya. Keuangan mereka dapat dari penjualan barang-barang out door dan alat-alat untuk out bond --untuk dana kemanusiaan.


Sekaligus menjadi relawan banyak pula tambah teman, biar hidup kita berguna bagi sesama tak hanya makan, tidur, kerja, dan kuliah. Seperti itu aja terus --egois tak ada rasa kepedulian terhadap saudara, yang sedang membutuhkan bantuan uluran tangan ketika terkena bencana.


Nanti kita latihannya hari minggu di kawasan militer, khusus ada pelatihan kebencanaan, penulis langsung tepok jidat waduh, kalau hari minggu penulis tak bisa ikut --bencana-kan datang kapan saja, kalau tidak bisa bagaimana siap siaga ?. Wilayah Negara kita itu masuk dalam ring of fire, yang rawan akan datangnya bencana alam. Ya sudah jadi relawan back up saja.

Adis Setiawan
Adis Setiawan Mahasiswa S2 Manajemen Pendidikan Islam di Universitas Islam An Nur Lampung. Bidang Riset dan Pengembangan Keilmuan IMM Bekasi Raya

Post a Comment for "Relawan Bencana, atau Karyawan Penanggulangan Bencana ?"