Sumber gambar : dokumen pribadi |
Menurut Aristoteles waktu di ciptakan mendahului alam semesta, karena sebelum adanya alam semesta sudah ada waktu. Kata sebelum ada alam semesta itu juga menunjukan waktu. Kalau waktu dan alam semesta di ciptakam bareng, karena alam semesta itu di ciptakan oleh Allah jadi ada masa ada dan tidak ada itu juga sudah menunjukan waktu.
Kapan di ciptakan alam semesta, berapa lama waktu atau masa sebelum adanya alam semesta ? Jadi kalau waktu di ciptakan bareng dengan alam semesta, pertanyaanya sebelum ada alam semesta apakah sudah ada waktu ? Karena fase ada dan sebelum ada itu sudah menunjukan masa.
Kalau seandainya bumi berhenti berotasi apakah waktu akan berhenti ? Nah ada kisah seorang yang hebat Nabi Yusak bi Nun di kisahkan sedang ingin berperang karena pasukan sedang semangat-semangatnya maka harus hari itu juga untuk berperang agar bisa menangkan peperangan.
Mungkin hari itu sudah sore kalau menunggu besok semangat pasukan menurun bisa kalah. Sementara sudah sore, sedangkan kalau matahari tengelam tidak boleh berperang. Kecuali kita sekarang mau berperang menunggu matahari tengelam dulu.
Maka Nabi Yusak bin Nun berdoa kepada Allah agar waktu terangnya sedikit lebih lama agar pasukan bisa berperang hari itu juga, menurut kisah Nabi Yusak bin Nun melihat matahari dan berkata "Engkau menjalankan tugas dari Allah, aku juga menjalankan tugas dari Allah" mohon berhenti sebentar jangan tengelam pasukan kami ingin berperang.
Nah, dari kisah itu apakah ketika benda alam semesta ini berhenti bergerak apakah waktu juga berhenti ? Tapi kita bisa menghitung berapa lama bumi tidak bergerak sehingga matahari tidak tengelam. Kata berapa lama kan menunjukan waktu, misalnya, bumi berhenti bergerak selama 2 jam. Berarti waktu itu bukan hanya berasal dari benda-benda alam semesta yang bergerak.
Apa Salah Rektor UI
Kita gunakan kisah di atas Nabi Yusak bin Nun saja bisa berdoa kepada Allah agar berhenti tengelam sebentar mataharinya. Ada berita Rektor UI yang bisa rangkap jabatan setelah di revisi statuta, yang statuta sebelumnya tidak boleh rangkap jabatan.
Tetapi hal ingin sesuatu sesuai dengan kita bisa dilakukan oleh orang yang dekat dengan Allah, misalnya, berdoa agar mengulur tengelamnya matahari apapun yang kita minta Allah pasti kabulkan, asalkan kita dekat dengan Allah.
Jadi, menurut saya tidak masalah setelah revisi statuta boleh rangkap jabatan Rektor dan di BUMN. Maka Rektor akan di pegang oleh orang yang punya pengalaman langsung di lapangan. Nanti di dalam kelasnya beliau berteori tapi juga akan menunjukan hasilnya di BUMN sesuai teorinya.
Maka mahasiswa akan mengikuti pergerakan Rektornya kalau bagus pasti akan di contoh kan. Sehingga para alumni kampusnya akan bekerja menjadi komisari BUMN atau dirut BUMN, Misalnya. Karena ingin meniru Rektornya dengan menjabat sebagai akademisi ternyata peluang untuk jadi dirut atau komisari BUMN akan terbuka.
Maka mahasiswa akan semangat menjadi akademisi agar bisa seperti Rektornya. Kampusnya akan membuka Fakultas-Fakultas jurusan BUMN, Kementrian dll. Bayangkan ada kampus yang sebagian alumninya masuk ke dalam lembaga Negara mereka akan kaya-kaya ini kan akan mengurangi angka kemiskinan, terus apa salahnya Rektor rangkap jabatan.
Tapi yang di sayangkan peraturan bisa dirubah hanya karena satu akademisi-milyader, jutaan Rakyat lho ada peraturan PPKM mereka menderita tidak langsung di revisi atau di cabut saja aturan PPKM. Kan sama-sama aturan PPKM dan Statuta perguruan tinggi. Cuma bedanya akademisi milyader yang di tolong dari pada merevisi aturan PPKM agar melonggarkan rakyatnya.
Post a Comment for "Apa Salah Rektor Rangkap Jabatan dan Filsafat Waktu"