Sumber gambar : inews.id |
PPDB 2021 menggunakan sistem zonasi, dengan zonasi ini beberapa sekolah swasta menjadi sepi peminat. Padahal dalam Permendikbud Nomor 1 Tahun 2021, di Pasal 16. Dalam pasal itu dijelaskan Pemda dapat melibatkan sekolah yang diselenggarakan oleh masyarakat (Swasta). Sedangkan untuk ketentuan pelaksanaan bagi sekolah yang diselenggarakan oleh masyarakat (swasta) ditetapkan oleh Pemda sesuai dengan kewenangan.
Bukan soal sekolah dimana dan yang terbaik, saya sebagai anak didikan sekolah Swasta dari kecil wajar donk merasa sekolah swasta seperti di anak tirikan, enggak tahu kalau kalian gimana sih. Ini hanya kegelisahan saya saja, karena saya adalah laki-laki yang selalu gelisah.
Kita bandingkan jumlah sekolah swasta dan Negeri, di Indonesia mencapai 307.655 sekolah pada tahun ajaran 2017/2018. Jumlah tersebut, berdasarkan data pokok pendidikan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan terdiri atas 169.378 sekolah negeri dan 138.277 sekolah swasta. Ada 138.277 sekolah swasta ikut berjuang mencerdaskan kehidupan bangsa.
Iya, saya yakin negara mampu mendirikan sekolah dimana-mana untuk menyukupi sekolahan dengan mudah tinggal pengajuan.
Padahal sekolah swasta yang ikut juga berjuang mencerdaskan kehidupan bangsa menurut saya serasa di anak tirikan dengan jalur zonasi PPDB 2021 COVID-19 tersebut. Pemerintah membuat website PPDB terpadu, perwilayah dan per daerah/kota se Indonesia. Bayangkan jika sekolahan swasta hanya satu di libas oleh PPDB Online dengan terpadu seperti itu, habis peminatnya.
Apalagi sekolah swasta yang tidak membuka PPDB Online, walah-walah apakah masih banyak yang minat daftar offline dengan datang ke panitia PPDB sekolahan, padahal di suruh mengurangi tatap muka begini ?. Mungkin nanti di kasih jatah kalau Negeri sudah over load.
Pemerintah harusnya adil tentang bantuan sekolah swasta dalam mencerdaskan kehidupan bangsa, dengan adanya zonasi-zonasian tanpa seleksi UN eh UN dah di hapus, menurut saya tidak apa-apa juga sih asalkan sekolah menampung, guru siap, fasilitas siap. Apakah sudah seperti itu ? Para siswa mau di tarik ke sekolahan Negeri semua—yang kemampuanya bagus. Iya sekalian saja akuisisi sekolahan swasta.
Menurut saya sebetulnya sekolah swasta lebih inovatif, misalnya, ada penambahan kurikulum sedangkan sekolah Negeri hanya nurut dengan kurikulum saja. Bukan tidak bagus menurut saya begini pedidikan itu akan berkembang dan terus berubah kalau terus patokan kurikulum menurut saya kurang inovatif. Dengan masih banyaknya sekolah swasta maka inovasi-inovasi pembelajaran itu akan terus muncul. Tetapi jika sistem zonasi ini membuat sekolah swasta kehilangan peminat—terancam tutup—bagaimana sekolahan swasta akan membuat inovasi pembelajaran.
Bahkan merdeka belajar itu dulu akuisisi milik program sekolah swasta, tapi polemik itu sudah selesai. Maksud saya begitu lho bukan merendahkan kurikulum Pendidikan dan merendahkan sekolah Negeri. Kemdikbud saja meminjam istilah merdeka belajar dari hasil inovasi sekolah swasta sebagai ciri khusus.
Mungkin kalimat diatas adalah kecemburuan saya, bisa jadi karena tidak pernah keterima disekolahan negeri. bahhah. Jadi disini tidak perlu kita saling mecicil-mecicilan ya selow saja ini argumen saya pribadi.
Ketika Tidak Di Terima Sekolah Negeri ?
Pengalaman saya yang kalah kompetisi masuk negeri. Ya begini jadinya, tetapi suatu ketika saya menemukan teman seorang guru SD swasta beliau mengatakan disekolahanya saja sudah banyak siswa yang mendaftar padahal pembukaan belum ada, cuma banyak juga yang di tolak karena kelebihan siswa. Disini sekolah swasta menjadi tujuan orang tua yang ingin menyekolahkan anaknya—maksudnya sekolahan swasta mampu bersaing dengan sekolah Negeri.
Seketika itu saya bangga, saya langsung move on. Dan saya membuat tulisan tentang move on saya itu, ya kuncinya kita upgrade kemampuan masing-masing. Jangan hanya mengidolakan BTS saja dalam upgrade perkembangan. Tetapi juga tentang ilmu pemgetahuan.
Disini saya merasa bangga dan tidak kecewa lagi semenjak saya percaya dengan kemampuan saya belajar terus untuk mengikuti perkembangan pendidikan. Misalnya, ada tik tok saya buat akun, tetapi isinya ya bukan hanya lucu-lucuan dan bercandaan apa lagi target jualan *eh. Saya isi dengan hal-hal yang bermanfaat untuk informatif rang-orang.
Tadi soal mau dijadikan target jualan juga sebenarnya tak salah juga, di era Endustri 4.0 perlu memanfaatkan peluang dari media online.
Saya sekarang selalu ingin upgrade pengetahuan, misalnya, yang lain sedang belajar membuat proposal skripsi saya dah mulai lebih dulu, bukan merendahkan yang lain tetapi semangat saya yang selalu ingin mendahului, lagi-lagi karena saya sekolah di swasta bukan sekadar terima begitu saja, perlu saya studi banding dengan mahasiswa yang lain tentang hal itu.
Selain upgrade pengetahuan juga upgrade pergaulan maksudnya adalah menambah relasi dengan berorganisasi dan lain sebagainya. Memanfaat teknologi untuk menyebarkan suatu kebaikan.
Setelah upgrade kemampuan kita juga harus pandai ambil peluang dari relasi-relasi yang sudah kita kenal. Banyangkan jika tak punya relasi atau susah mencari relasi menurut saya kurang berguna ilmu saya, suatu ketika teman saya berkata. Dia tanya "impian kamu apa ?" Tak jawab "Jadi penulis." "Mana relasi mu ?" Tak jawab lagi "Belum punya." Dia menjawab "kamu tak akan terpakai di suatu lembaga karena tidak dekat dengan yang punya kedudukan—relasi maksudnya." Tetapi hal seperti itu bukan sepenuhnya benar lho ya, yang penting upgrade kemampuan, tambah relasi dan percaya diri.
Tetapi untuk tempat mencari ilmu tergantung kita nya masing-masing mampu akan terus berkembang atau hanya menerima begitu saja tanpa kritis. Mau dimana saja bersekolah negeri maupun swasta, tetap harus meningkatkan kemampuan dan argumentatif, kritis. Tidak selamanya hanya untuk kerja, kerja dan kerja sedangkan karakter perilaku tidak di kembangkan menjadi lebih baik.
Post a Comment for "PPDB Sekolah Swasta Sepi Peminat ?"